Ditulis hari Minggu 3 November 2013 , 3 Minggu setelah pertemuan (terakhir) kita
Hallo selamat berjumpa lagi , kuharap kau tak pernah bosan membaca surat-surat dariku hey tuan dengan baret biru tua , baret biru tua ? ya semalam kau protes padaku dan menjelaskan segala tetek-bengek tentang atributmu. yayaya sekalipun aku masih tak mengerti haha.
Hallo selamat berjumpa lagi , kuharap kau tak pernah bosan membaca surat-surat dariku hey tuan dengan baret biru tua , baret biru tua ? ya semalam kau protes padaku dan menjelaskan segala tetek-bengek tentang atributmu. yayaya sekalipun aku masih tak mengerti haha.
Hari ketiga bulan November di tahun ketiga kita, sudah jadi hal biasa kala bulan-bulan ini ribuan butir air jatuh membasahi kota kita. seperti siang ini atau harus kusebut ini sore ? entahlah,yang jelas hari ini adalah hari terakhir sebelum keberangkatanku kembali ke kota budaya. hujan kembali menyapa kota kita , aku suka , sangat suka. bukankah kau tentu saja sudah paham?
Orang bilang hujan itu biasa, tapi bagi ku tak pernah ada hujan se-magis di kota kita. tak pernah ada yang mengalahkan. terlebih saat
ternyata hujan yang mempertemukan kita.
Cerita
tentang hujan ini seperti merambat di urat nadiku. seperti membiaskan
cerita yang sama juga.
Langit masih gelap,rintikan aitpun masih membasahi balkon kamarku ketika aku menuliskan ini. Langit hatiku juga
mengikutinya, seakan dua hal yang berjalan beriringan dan tidak ingin
melepasnya satu sama lain.
Aku tidak menginginkan hal ini, sore hari yang mendung. Tersiksa hati ketika tidak melihat pelangi. Berharap esok hari pelangi itu hadir kembali, pelangi yang sanggup menampakkan keindahannya untukku. Untuk kita. Ya rasa rindu yang sudah tertumpuk begitu banyaknya entah harus kuapakan. mengatakannya padamu ? ah aku takut kamu bosan mendengarnya. yasudah aku hanya bisa meluapkannya sebagai sebuahn surat untukmu.
Aku tidak menginginkan hal ini, sore hari yang mendung. Tersiksa hati ketika tidak melihat pelangi. Berharap esok hari pelangi itu hadir kembali, pelangi yang sanggup menampakkan keindahannya untukku. Untuk kita. Ya rasa rindu yang sudah tertumpuk begitu banyaknya entah harus kuapakan. mengatakannya padamu ? ah aku takut kamu bosan mendengarnya. yasudah aku hanya bisa meluapkannya sebagai sebuahn surat untukmu.
Hujan selalu punya cerita tentang kita , hujan menjadi penenang, pun menjadi pengingat rasa kehilangan.
Melihat deretan potret kita dikamar tidurku yang tidak pernah aku lepas sejak dulu, lengkungan mungil diwajahku kembali mekar , rasanya seperti baru kemarin saja yah. Melihat semua potret ini, impuls di otakku kembali menghadirkan sejuta kenangan lama. masih ingat ? kala kamu dengan
Kamu ingat kapan pertama kali kita bertatap muka hey tuan ? ah pasti kau sudah lupa. yasudah aku tentu paham dengan segala hiruk pikuknya duniamu saat ini. Tiga tahun yang lalu ,hujan pertama kita, sepulang sekolah , dijalan menuju rumahku, rasanya semua begitu manis. Hujan kadang masih menjadi peran atagonis bagiku , mengapa tidak ?
karena hujan , aku semakin merindumu.
karena hujan , impuls diotakku selalu meresonansikan bayangmu.
Derasnya hujan yang mengguyur kota kita , sederas banyaknya rindu yang mengalir untukmu.
karena hujan pula aku kembali menemukan sosokmu.
Dari seorang wanita pecandu hujan
yang berharap
tiba-tiba prianya muncul
ditengah derasnya hujan
membawa setangkai mawar putih
Dewi Putri Lestari :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar