YOU ONLY LIFE ONCE

Kamis, 12 Mei 2016

Cerita Lama Si Anak Desa

Saya tahu dia sangat bekerja keras untuk seluruh keluarganya. Lebih dari 15 tahun sebagai seorang "anak yatim" dan membantu ibunya berdagang,, masa kecil yang jauh dari kata berkecukupan membuat ia belajar dan bekerja keras untuk bisa memasuki posisi di jajaran kementrian.
Dia anak pintar yang kurang beruntung. Saat sekolah menengah pertama ia selalu menduduki jajaran 10 peringkat paralel di sekolah kami. Saat lulus dari sekolah menengah pertama, sebenarnya ia mampu duduk dijajaran Sma terbaik di kota kami. Tapi sayang, sekali lagi ia tak seberuntung kami. Ia lebih pintar, bahkan jauh lebih pintar dari kami, tapi tidak bisa masuk karena alasan biaya.
Dia menerima, dia ikhlas, dan dia tidak memberontak.
Dia masuk di sekolah menegah atas jauh dari kota, tentu saja dengan alasan biaya yang terjangkau. Masih teringat jelas perawakannya kala itu, sekitar 8 tahun yang lalu. Tinggi, kurus, rambutnya lurus.
Berbeda jauh dengan apa yang kami lihat saat ini.
Roda kehidupan memang selalu berputar. Hidup memang akan selalu berubah, dan Tuhan pun akan selalu berlaku adil sesuai kerja keras dan doa yang dipanjatkan terus-menerus oleh hamba-Nya.
Untuk yang sudah sangat berkecukupan dari lahir kami tidak heran jika nantinya ia akan terus hidup berkecukupan.
Tapi bagi saya, melihat sosok yang hampir 8 tahun terlupakan dari memori saya dan mungkin teman-teman lainnya adalah ketika si sederhana ini berubah menjadi abdi negara di jajaran kementrian.
Ini bukan tentang meninggikan hati dengan seragam,jabatan, atau apapun. Ini tentang semangatnya yang menular kepada kami, teman-temannya yang masih berada di jalan setapak yang terjal dan penuh kerikil.

Dari teman lamamu, yang sejak 10 tahun lalu menjadi adik kelasmu.
Semangatmu balik ke saya :)

Dewi Putri Lestari.

Ditulis November 2015.

Perempuan dan Senja Di Pelataran Toko


Senja selalu menjadi penghantar cerita kehidupan paling setia.
Setiap senja tiba, ada banyak cerita anak manusia menguap di jalanan. Pun ada yang menguap di pelataran toko tempat aku bekerja paruh waktu.
Ditempat ini, aku habiskan beberapa senja terakhir dengan menyaksikan segala apa-apa yang menguap, mengudara dijalanan.
Setiap langit mulai menampakkan semburat jingga nya bersamaan dengan riuhnya jalanan Jogja, aku saksikan pula anak manusia berpeluh dengan raut yang berbeda-beda.

Setiap senja punya ceritanya masing-masing. Setiap yang berani menentukan jalan hidupnya punya kisahnya masing-masing.
Pun dengan gadis yang mungkin lebih muda dariku 3 tahun. Sendu wajahnya yang sederhana khas perempuan Jogja yang terus ia balut dengan senyum dan tawa renyahnya setiap hari tidak dapat menyembunyikan cerita pilu di balik hitam bola matanya.
Tanpa aku memulai, ia tiba-tiba menceritakan segala apapun yang terjadi dalam hidupnya. Sekali lagi aku tertegun mendengar semua ceritanya. Segala lara, pilu, bahkan kehilangan terbesar sudah pernah ia rasakan. Lalu dia terdiam dengan wajah penuh kebingungan bercampur kesedihan.
Orang yang seharusnya menjadi pelindung setelah Ibunya tidak ada, justru hampir membuatnya kehilangan satu-satunya kenangan terakhir bersama ibunya. Kaget, tertegun, turut merasakan apa yang ia rasakan. Tapi begitulah kehidupan.

Saya hanya bisa merangkulnya, memberinya semangat dengan segala yang saya bisa, mendoakan agar segalanya tetap baik-baik saja.

Hidup memang terkadang terlalu keras untuk sebagian orang, sebagian lainnya menganggap hidup terlalu mudah untuk dijalani bahkan cenderung membosankan.
Tapi saya percaya Tuhan tidak akan menempa hamba-Nya sedemikian rupa.
Saya selalu percaya, apa yang akan Tuhan berikan kapadanya di kemudian hari adalah pengganti dari apa yang sudah diambil darinya.


Perempuan mungil, tangguh, dengan suara super nyaring.
Belum lama aku mengenalmu, banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan.
Ditulis Jumat, 29 April 2016.